Analisis Wacana: Analisis Kohesi dan Koherensi pada Artikel Jawa Pos Berjudul “Larang LKS dan Guru Buka Jasa Les”

Analisis Kohesi dan Koherensi pada Artikel Jawa Pos
Berjudul “Larang LKS dan Guru Buka Jasa Les”
Rahmad Darmajat J. Samudro

(Foto oleh cottonbro dari Pexels)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Media cetak merupakan bagian yang sering dijumpai di dalam masyarakat. Media cetak merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam masyarakat. Media cetak sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu media cetak adalah koran. Di dalam koran meniliki rubik yang banyak, salah satunya berita. Dalam berita yang ditulis oleh reporter memiliki berbagai macam informasi yang disampaikan kepada pembaca.
Dalam berita disajikan informasi, permasalahan, ataupun gagasan ide dari penulis. Maka dari berita harus memiliki kesatuan atau keutuhan wacana atau tulisan yang dapat mencerminkan ide atau permasalahan yang ingin diungkapkan oleh penulis. Sehingga informasi atau hal-hal yang ingin diungkapkan oleh penulis dapat dimengerti dengan mudah oleh pembaca yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda. Karena suatu wacana dituntut memiiki keutuhan struktur. Keutuhan tulisan ini dapat mencakup kohesi dan koherensi yang ada di dalam tulisan berita. Kohesi dan koherensi merupakan bagian yang harus ada di dalam suatu tulisan. Karena kohesi dan koherensi ini akan mencerminkan isi dari tulisan yang akan di baca oleh pembaca. Serta kohesi dan koherensi dapat menjadikan tulisan yang dibaca bermakna.
Dalam hal ini peneliti akan menganalisis suatu berita yang ada di koran Jawa Pos yang terbit pada jumat 14 Oktober 2016 dengan judul Larangan LKS dan Guru Buka Jasa Les. Peniliti akan menganalisis kohesi dan koherensi yang ada pada koran Jawa Pos tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penggunaan kohesi di koran Jawa Pos (edisi 14 Oktober 2016)?
2.      Bagaimana penggunaan koherensi di koran Jawa Pos (edisi 14 Oktober 2016)?
1.3  Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kohesi dan koherensi dalam berita di koran Jawa Pos edisi 14 Oktober 2016.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Kohesi
Kohesi adalah hubungan antar bagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh (Mulyana dalam Anahamu). Menurut Djajasudarma dalam Widiatmoko kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang baik (koheren).
Ada beberapa piranti dalam kohesi, penjabarannya sebagai berikut:
1) Refrensi
Pengacuan (Referensi) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (widiatmoko). Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis yakni (1)  pengacuan endofora, apabila acuannya berada atau terdapat dalam teks wacana itu, (2) pengacuan eksofora, apabila acuannya berada atau terdapa di luar teks.
2) Subtitusi
Penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda (widiatmoko).
3) Elipsi (Pelesapan)
Elipsi (pelesapan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya (widiatmoko).
4) Konjungsi
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana (Widiatmoko). Konjungsi digunakan untuk menggabungkan frasa dengan frasa, kata dengan kata, kalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf.
5) Leksikalisasi
Leksikal adalah makna sebuah kata yang sesuai dengan makna arti yang sesungguhnya atau cara pemilihan kata yang serasi (Anahuma). Menurut Sumarlam dalam Widiatmoko kohesi leksikal adalah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosakata yang serasi (Tarigan dalam Widiatmoko).

2.2 Koherensi
Koherensi atau deep structure adalah struktur yang dianggap mendasari kalimat atau kelompok kata, yang mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi siktaksis dan semantic kalimat, dan yang tidak nyata secara langsung dari deret linear kalimat atau kelompok kata (Anahuma). Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana, dan kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi (Widiatmoko). Koherensi merupakan salah satu aspek wacana yang penting dalam menunjang keutuhan makna wacana.
Kridalaksana (dalam Hartono dalam Widiatmoko) mengemukakan bahwa hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah ‘hubungan semantis’. Artinya hubungan itu terjadi antarposisi. Secara struktural, hubungan itu direpresentasikan oleh pertautan secara semantis antara kalimat (bagian) yang satu dengan kalimat lainnya. Hubungan maknawi ini kadang-kadang ditandai oleh alat-alat leksikal, namun kadang-kadang tanda penanda.
1)      Hubungan Sebab-Akibat
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan akibat (Widiatmoko).
2)      Hubungan Alasan-Alasan
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan alasan yang kemudian dijelaskan dngan alasan kalaimat berikutnya.
3)      Hubungan Sarana-Tujuan
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat kalimat kedua menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada kalimat lain (Widiatmoko).
4)      Hubungan Latar-Simpulan
Koherensi ini dinyatakan dengan salah satu kalimat menyatakan simpulan atas pernyataan pada kalimat lainnya (Widiatmoko).
5)      Hubungan Hasil-Kegagalan
Koherensi ini dinyatakan dengan salah satu kalimatnya menyatakan hasil suatu usaha yang dinyatakan pada kalimat berikutnya kegagalan.
6)      Hubungan Syarat-Hasil
Koherensi ini dinyatakan dengan salah satu kalimat menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada kalimat lainnya (Widiatmoko).
7)      Hubungan Perbandingan
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama dibandingkan dengan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya (Widiatmoko).
8)      Hubungan Parafrastis
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama dinyatakan secara lain dengan kalimat berikutnya (Widiatmoko).
9)      Hubungan Amplikatif
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama diperkuat atau ditegaskan dengan gagasan pada kalimat berikutnya (Widiatmoko).
10)  Hubungan Adiftif Temporal
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama diikuti atau ditambah dengan gagasan pada kalimat berikutnya.
11)  Hubungan Aditif Nontemporal
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama tidak ditambah dengan gagasan pada kalimat berikutnya.
12)  Hubungan Identifikasi
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama didentifikasi dengan kalimat berikutnya (Widiatmoko).
13)  Hubungan Generik-Spesifik
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan gagasan umum atau luas, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan gagasan khusus atau sempit (Widiatmoko).
14)  Hubungan Ibarat
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama diibaratkan seperti yang dinyatakan pada kalimat berikutnya (Widiatmoko).

2.3 Analisis Artikel pada Koran Jawa Pos
Peneliti akan menganalisis artikel koran Jawa Pos edisi jumat 14 Oktober 2016 halaman 12. Judul artikel yang akan dianalisis adalah Larang LKS dan Guru Buka Jasa Les.
Kohesi Refrensi
Mentri asal Malang itu menekankan, pembelajaran harus benar-benar tuntas di sekolah.
Kata mentri dalam kalimat di atas merujuk pada kalaimat sebelumnya. Mentri tersebut merujukpada Muhajir Efendi. Tetapi kata Muhajir efendi tidak ada dalam kalimat ersebut.
Dia memiliki alasan kuat untuk mengeluarkan larangan itu.
Kata Dia dalam kalimat di atas merujuk pada kalaimat sebelumnya yakni merujuk pada Muhajir Efendi. Juga ada kata itu yang merujuk pada kalimat selanjutnya tentang larangan penggunaan LKS.
            “sebaiknya guru berkonsentrasi mengajar” tegasnya.
Pada prefik –nya dikalimat di atas merujuk pada kalimat sebelumnya yaitu Muhajir Efendi.
            LKS, jelas dia, membuat guru sering memberikan PR kepada siswanya.
Pada frasa jelas dia di atas merujuk pada perkataan yang dilakukan oleh Muhajir Efendi. Ini tertera pada kalimat sebelumnya. Perfik –nya pada siswanya, merujuk pada LKS.
            Namun, dia mengakui, saat ini masih terjadi pro dankontra di masyarakat terkait hal tersebut.
Kata dia pada kalimat di atas merujuk pada kalimat sebelunya yaitu Muhajir Efendi. Dan frasa hal tersebut merujuk pada kalimat sebelumnya yaitu tentang larangan guru untuk memberiakan PR kepada siswanya.
            “bukan membuka jasa les sore hari setelah pulang sekolah” cetusnya.
Pada perfik –nya merujuk pada kalimat sebelumnya yaitu Muhajir Efendi. Bisa dimaknai bahwa kalimat dalam kutipan merupakan ucapan dari Muhajir Efendi langsung.
            Banyaknya guru yang membuka jasa les tidak sejalan dengan kebijakan larangan larangan memberikan PR.
Pada perfik –nya merujuk pada kata sesudahnya dalam kalimat tersebut, yaitu merujuk pada jasa les.
            “kalau urusan LKS, oke tidak masalah dilarang” katanya.
Pada perfik –nya merujuk pada kalimat sebelumnya yaitu Retno Lestyarti. Bisa dimaknai bahwa kalimat dalam kutipan merupakan ucapan dari Retno Lestyarti langsung.
            Namun, tutur dia, larangan guru membuka les harus di pertimbangkan lagi.
Kata dia pada kalimat di atas merujuk pada kalimat sebelunya yaitu merujuk pada guru SMAN 13 Jakarta, Retno Lestyarti.
            Sedangkan siswa yang tidak ikut les ke guru tersebut memperoleh nilai jelek.
Kata tersebut merujuk pada kalimat sebelumnya yang menerangkan tentang guru yang membuka jasa les di sore hari waktu pulang sekolah.
            Dia menyatakan, pemerintah perlu waktu untuk menertibkan guru-guru yang masih menggunakan LKS. Sedangkan untuk larangan guru membuka les, dia merespon positif.
Pada dua kalimat di atas terdapat kata dia dimasing-masing kalimat. Kedua kata dia di kedua kalimat tersebut merujuk pada Unifah Rosidi. Dia tersebut merupakan kata ganti untuk Unifah Rosidi.
            “sebaiknya guru tidak membuka les” ucapnya.
Pada perfik –nya merujuk pada kalimat sebelumnya yaitu Unifah Rosyidi. Bisa dimaknai bahwa kalimat dalam kutipan merupakan ucapan dari Unifah Rosyidi langsung.
            Dia berharap penyaluran tunjangan profesi guru (TPG) bisa tepat waktu dan jumlah supaya guru dapat berkonsentrasi mengajar.
Kata dia pada kalimat di atas merujuk pada kalimat sebelunya yaitu merujuk pada Unifah Rosyidi.
Kohesi Subsitusi
            Kualitas dan kuantitas waktu anak bersama keluarga menjadi perhatian Mendikbud Muhajir Efendi. Mentri asal Malang itu menekankan, pembelajaran harus benar-benar tuntas di sekolah.
Frasa Mendikbud Muhajir Efendi pada kalimat pertama ini diganti dengan kata Mentri pada kalimat kedua. Ini menunjukkan pergantian sebuah frasa diganti dengan kata yang berbeda. Tetapi pegantian itu tidak merubah arti dan tetap memiliki arti yang sama.
Kohesi Pelenyapan
            Larangan LKS dan Guru Buka Jasa Les
Pada judul artikel ini sudah terdapat pelesapan kata larangan. Dari frasa di atas juga bisa diartikan bahwa larangan LKS dan larangan guru membuka jasa les.
            Metode ajar mengunakan lembar kerja siswa (LKS), les, dan pekerjaan rumah, menurut muhajir, seharusnya tidak dilakukan.
Pada kalimat di atas terdapat pelesapan frasa metode ajar dan menurut muhajir, seharusnya tidak dilakukan. Seharusnya kata metode ajar juga dipakai pada les dan pekerjaan rumah, tetapi dilesapkan karena sudah disebutkandi awal kalimat. Begitupun juga frasa “menurut muhajir, seharusnya tidak dilakukan” yang hanya disebutka diakhir kalimat saja. Itupun sudah mewakili untuk frasa lembar kerja siswa dan les.
Kohesi Konjungsi
1)      Larangan LKS dan Guru Buka Jasa Les
2)      Kualitas dan kuantitas waktu anak bersama keluarga menjadi perhatian Mendikbud Muhajir Efendi.
3)      Metode ajar mengunakan lembar kerja siswa (LKS), les, dan pekerjaan rumah, menurut muhajir, seharusnya tidak dilakukan.
Terdapat 9 konjungsi “dan” peneliti hanya memberikan tiga contoh saja karena konjungsi “dan” memiliki makna yang sama yaitu menghubungkan dua unsur atau lebih yang sama pentingnya, atau memiliki status yang sama.
Pada kalimat (1) konjungsi dan memaknai kesetaraan larangan untuk LKS dan larangan untuk guru membuka jasa les. (2) konjungsi dan memaknai sama pentingnya antara kualitatas dan kuantintas. (3) pada konjungsi dan kali ini menyamakan tentang LKS, les, PR merupakan metode ajar bagi siswa.
Buku resmi keluran Kemendikbud, lanjut Muhadjir, juga sudah dilengkapi butir-butir soal. Sehingga tidak perlu lagi LKS.
Pada dua kalimat di atas terdapat konjungsi sehingga. Konjungsi sehingga tersebut menghubungkan dua kalimat. Kalimat ke dua merupakan kalimat penjelas dari kalimat pertama.
            Muhadjir pun mendukung langkah guru memberkani PR. Namun, dia mengakui, saat ini masih terjadi pro dan kontra di masyarakat terkait hal tersebut. Karena itu, dia menyatakan sampai saat ini belum akan menerbitkan regulasi resmi melarang guru memberikan PR.
Dari paragraf di atas terdapat konjungsi antar kaliamat. Kalimat pertama, kedua, dan ketiga. Yaitu konjungsi “Namun”  dan “Karena itu”.
Koherensi Sebab-Akibat
Kualitas dan kuantitas waktu anak bersama keluarga menjadi perhatian Mendikbud Muhajir Efendi. Mentri asal Malang itu menekankan, pembelajaran harus benar-benar tuntas di sekolah. Metode ajar mengunakan lembar kerja siswa (LKS), les, dan pekerjaan rumah, menurut muhajir, seharusnya tidak dilakukan.
Pada paragraf pertama ini terdapat koherensi sebab-akibat. Sebab pertama yaitu tentang kebersamaan siswa dengan orang tuanya yang menjadi perhatian Mendikbud yang dikarenakan adanya PR. Kemudian di kalimat selanjutnya mengakibatkan larangan pemberian PR oleh Mendikbud.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kohesi yang terdapat dalam artikel koran Jawa Pos yang ber judul “Larang LKS dan Guru Buka Jasa Les” terdapat kohesi pronomina, kohesi subsitusi, kohesi elipsi, dan kohesi konjungsi. Koherensi yang ditemukan adalah koherensi sebab-akibat.


Daftar Pustaka
Anahamu, Maryati Lika. 2016. Proposal Skirpsi: Kohesi dan Koherensi Teks Pidato “Apec Ceo Summit 2014” Oleh Joko Widodo. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Widiatmoko, Wisnu. 2015. Skripsi: Analisis Kohesi dan Koherensi Wacana Berita Rubrik Nasional Di Majalah Online Detik. Semarang: Universitas Negeri Semarang.


Catatan: Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universita Trunojoyo Madura pada tahun 2016. Dosen pengampu: Ika Febriyani, M.Pd.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Cerpen 'Gembok' kompas

Mengenal Wewehan saat Pandemi Koronavirus